Jumat, 20 Januari 2012

TEBAR KASIH GEMINTANG

Memeluk lutut telanjang namun leher terselimuti shal tebal buah karya murni tanpa kontaminasi bahan canggih apa pun dari Ibu. Pekarangan di belakang rumah telah sunyi, hanya bertemankan ramai suara jangkrik yang entah sedang pesta atau berteriak kegirangan bertemu pasangannya di gulita malam yang indah ini. Matahari sudah bosan menatap langit yang mulai murung, atau hanya mungkin tak terjangkau inderaku saja. Tapi baguslah, ini lebih membuatku damai dari pada harus menghadapi makhluk si master mengeluh di luaran sana.
Ngomong-ngomong betis memerah diciumi nyamuk sama sekali tak kusadari ya, tak apa, ini bukti cintanya mungkin.
“Terlalu cengeng jika setiap ku sapa malam dengan air. Maka kali ini seikhlas senyumku untukmu, bintang. Ternyata hariku stagnan, rasanya aku ingin loncat ke pangkuanmu.”
“Sayang.. sudah larut malam, ayo tidur. Aku tak ingin kamu sakit.” Pria gagah memunculkan kepala yang dihiasi tampan parasnya dari jendela, lubang tempatku menuju atap rumah.
“Iya. Bintangnya juga sudah mulai sayu, mungkin dia ingin tidur juga.”
Rangkulan hangatnya memang selalu buatku nyaman, meski tak mencapai ketenangan. Suamiku, iya dia suami yang begitu baik, teramat baik. Namun sayang, hatiku belum dimilikinya.
***
“Aku belum bisa mencintai dia. Tapi aku tak tega jika harus mengakhiri hubungan ini, kasihan ibuku di langit sana.”
“Tapi ini kewajibanmu. Harusnya kau kalahkan, bahkan kau harus bunuh ego-mu itu.”
“Tak ingin. Aku tak bisa menghapus semua. Rasa ini yang terus buatku hidup”
“Semua bisa kau lalui, Amira. Suamimu lebih dari sekedar cukup untuk mencintaimu.”
“Orion, aku sadar ini kesalahanku sejak awal.”
Inilah percakapanku setiap kali dalam mimpi bersama Orion. Dia adalah sahabat yang selalu beri kehangatan, tentu saja dia adalah bintang yang sering kuajak bicara sebelum aku beranjak tidur. Percaya atau tidak, percakapan ini aku lakukan ketika aku merebahkan tubuh di atas hangatnya. Itu nyata ku alami, di alam mimpi ini.
***
Ciuman hangat itu buatku terbangun, Suamiku. Menatap hangat dengan dasi yang telah menggantung rapi serta senyuman hangat pagi menyaksikan keluguanku kala bangun.
“Aku pergi ngantor dulu ya, sayang. Sarapan pagi sudah aku buatkan spesial. Happy birthday my dearest wife..”
Kusaksikan rumah begitu rapi dan.. Subhanallaoh, indah sekali. Mawar merah bertebaran di ruang makan, sebuah kotak kecil pun temani sarapan ku pagi itu. Ternyata, berisi kalung indah yang buat seluruh tubuhku bergetar bahagia, terlalu indah untuk ku genggam. Ah, suamiku. Handphone ku berbunyi, ada sms, “semoga kau menyukainya, sayang.”
Selepas aku makan, bersegera aku menuju kamar mandi yang juga dipenuhi aneka bunga indah nan segar. Hmm.. Ibu, niatmu begitu besar menjodohkanku dengan Pria yang teramat sempurna. Ok, jadwalku ke salon pagi ini. Segera.
***
“Hai.. udah? Aku butuh cream bath nih, rambutku lumayan bau apek. Hehe” Sapa mulaku untuk Yasmin, yang selalu menemaniku kemanapun ku mau.
“Aku udah semua. Silahkan, aku nunggu di sana ya sambil baca majalah baru ni, exclusive. “ Sembari menunjuk ke sofa salon di pojok sana.
Beberapa saat pun berlalu. Aku sudah menjalani rutinitas di salon ini. Selanjutnya kami menuju ke toilet, sekedar untuk menghadap cermin dan merapikan yang sudah sebetulnya rapi.
Ketika pandangan kami bertemu. Debar jantung tiada nada normal, hasrat bergejolak tanpa garis tepi. Kami terjebak dalam kealfaan yang tiada ada benarnya..................... sejak remaja, kami memang memiliki perasaan yang sama, bahasa yang lebih populer, we are lesbian. Aku tau ini sebuah kesalahan fatal, apalagi utnuk ukuran aku dan keluargaku yang teramat kental dengan islam, juga suamiku. Maaf, tapi ini bukan inginku. Sejak kami harus dihadapkan dengan kenyataan terisolasi dari maraknya kawan di sekolah, kami selalu berdua, kemanapun, di manapun. Ini khilafku hingga kami tenggelam dlam rasa yang tiada dusta memang terlalu jauh hingga ke palung hati.
Nit..nit..nit. nada handphoneku, calling, just number.
“Selamat siang, dengan Ibu Amira?” Suara yang begitu tegas, membuatku terhentak kaget.
“Be..betul. Siapa?”
“Kami dari pihak kepolisian. Suami Ibu barusan mengalami kecelekaan beruntun dan tidak sadarkan diri, sekarang sedang dirawat di RS dekat kantornya.”
Tak terhitung kekagetaannya, deras air mata tiada bisa kubendung lagi. Ototku melemas, tak kuasa aku berdiri. Yasmin, satu-satunya orang yang sedang bersamaku langsung meraih HP dan membawaku ke RS tempat suamiku dirawat.
***
Masih dalam perjalanan, Ibu mertuaku mengabarkan bahwa suamiku telah dipanggil Sang Khaliq. Aku tak lagi bisa mngkungkung rasa sedih ini, rasa kehilangan yang tiada tepi.
Ya Allah, mengapa terlalu jauh aku menjadi seorang isteri yang begitu patuh
Sehingga balasan kebaikan suami sangat tak sebanding dengan pengabdianku kepadanya
Aku bahkan tidak tahu kalau dua hari sebelum aku ulang tahun adalah hari ulang tahunnya
Ternyata, dia tau tentang hubunganku dengan Yasmin, tapi tak pernah dia marah, bahakan menyinggung sedikitpun
Cintanya begitu besar menyaingi seantero cinta yang ada di dunia ini
Bertahun-tahun hidup seatap, aku bahkan tak tahu makanan kesukaannya
Aku tak pernah menyiapkan pakaian untuknya berangkat ke kantor
Bahkan, aku tak tahu jika dia memiliki penyakit jantung yang membuatnya pergi meninggalkanku
Di hari bahagiaku
Di hari dimana aku terlalu kejam mengkhianati cintanaya
Di hari di mana kerinduanmu lebih besar untuk memanggilnya ke sisimu.
Aku mencintaimu, Mas.. namun aku belum memiliki keberanian untuk mengucapkan ini semua.
Orion... aku mencintai suamiku, aku begitu mencintainya
***
Sejak kepergian itu, Alhamdulillah, dibantu sahabat dan kerabat, aku terhindar dari keharaman mencintai Yasmin. Bahkan sekarang aku jauh lebih dekat dengan keluarga suamiku, yang begitu menyayangiku jua. Takkan kusesali semua yaang kujalani dengan suamiku. Suamiku, semoga cinta ini dapat mempertemukan kita disyurga. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar